Sabtu, 19 Juni 2010

Susah ya..

"Ide oh ide kamu ngumpet dimana?.."

Banyak yang "protes" padaku, kalau pikiranku terlalu kompleks.

Untuk membuktikannya, aku mencoba menulis sebuah cerita yang tidak lebih dari 100 kata.. dan.. ini salah satu proyek gagal nya! hehe

Sketsa dan Foto

**

Kuletakkan kamera ku di meja, sambil menunggu pelayan mengantar pesananku, aku lirikkan pandanganku ke sudut ruangan. Kali ketiga aku dapati wanita itu duduk di sana.

Masih dengan buku sketsa dan pensil gambarnya. Kerut serius tercetak jelas di wajahnya, terkadang tergurat senyuman tipis dari bibir merahnya. Berkali-kali kucuri-bidik sosoknya dengan kameraku.

**

Aku maki dalam hati pelayan yang melintasi ruangan. Pandangannku terhalang, konsentrasiku buyar. Tahapan terakhir harus kuselesaikan kali ini.

Senyum puas mengembang dari bibirku. Sederet kalimat kutambahkan tuk sampaikan sebuah pesan, kusobek lembaran itu.

Kurapikan peralatan ke dalam tas, berajak dari kursiku. Kulintasi ruangan menuju pintu keluar, sebentar kuhentikan langkah. Kutinggal sobekan tadi pada sebuah meja.

**

Sketsa wajah pria yang mirip dengan wajahku tercetak jelas di atas lembaran kertas itu. Aku baca pesan yang tertera, lalu aku tertawa senang dalam hati.

"Kalau kamu masih sendiri, kita ketemu minggu depan di kafe ini. Aku mau jadi model foto kamu – Anggi"

Cerita di atas baru sebayak 150 kata.. itupun setelah mengalami beberapa proses penyuntingan dari lebih 200 kata sebelumnya.. :D

Selasa, 15 Juni 2010

Kapan Aku Akan Menyelesaikan Proyek Ini?

Tertegun aku melihat sebuah file di Compaq-ku. Tercantum "Juli 2009" di metadata file yang kuberi judul Terjaga itu. Kuarahkan krusorku, dengan satu gerakan jari kuakses kembali file tersebut.

"Ahh.. rupanya aku masih punya proyek yang belum terwujud" pikirku sambil membaca rangkaian kata di file itu

"Ya, pagi ini pun dimulai. Masih ada satu pertunjukan yang aku ingin saksikan" pikirku sambil berjalan menuju muka anjungan.

Sambil merebahkan tubuh ini ke sebuah bale-bale nyaman di geladak, secangkir pop mie, ditemani Dido bernyanyi di telingaku, kunikmati siluet gelap Rinjani di hadapanku dan Gunung Agung di sebelah kiri yang semakin menjauh di belakangku.

Ternyata pertunjukan yang kutunggu baru dimulai sekitar pukul 06.30 WITA. Rona jingga mulai terpancar dari balik kaki Rinjani yang kelamaan menjadi semakin terang dengan bulatan bola api raksasa sebagai penyebab warna langit pun menjadi jingga kemerahan.

Satu kata terucap "Subhanallah".

Kapan yah proyek ini terwujud?

Minggu, 06 Juni 2010

After Hour Time

Suatu sore, pernah ku berjalan tergesa. Lalulintas sore itu sangat mengejutkan. Lumpuhnya sebuah segmen jalan bebas hambatan, menjadikan sebagian besar kendaraan terpaksa memutar mencari alternatif lain. Kemacetan terjadi dimanapun menuju pusat kota.

Tiba di sebuah lobi pertokoan, aku layangkan pandangan mencari sosok yang berkata telah tiba hampir satu jam yang lalu. Di tengah keramaian, aku masih juga belum menemukannya. Sia-sia saja aku menghubungi ponselnya, aku tidak bisa mendengar suara di seberang sana karena keramaian di sekelilingku. Sambil berujar dalam hati. "Kamu dimana?"

"Hei, non. Macet banget ya?" sebuah suara mengagetkanku. Ahh.. sosok yang kucari telah berada di dekatku. "Susu asam?" sambil tetap tersenyum, selanya saat waktu jeda dari celotehku tentang maaf dan kemacetan sore itu.

***

Kami memilih sebuah kafe donat yang juga menyediakan coffee latte dan yougurt buah. Sambil duduk di salah satu kelompok kursi, kami terus bertukar kabar kami. Satu, dua, tiga.. ya, tiga batang Marlboro sudah dia habiskan dari kotaknya. Ceritanya belum juga usai mengenai dirinya, bahkan saat minuman di gelas kertasnya habis menyusul habisnya yougurt buahku.

Beranjak kami menuju warung pinggir jalan rekomendasiku. Malam itu aku berjanji menemaninya merasakan ikan laut bakar yang telah lama dia inginkan. Berjalan melintas sisi jalan ibukota, sesekali masih bercanda mengenai hal konyol dan berlari di sebuah zebra cross karena salah membaca signal lampu lalulintas.

Obrolanpun masih berlanjut sebelum dan sesudah makanan yang kami pesan tandas. Hingga seseorang perempuan mendatanginya, meminta bantuan sumbangan untuk sebuah yayasan. Tanpa ragu, dia mengambil dompet dari saku belakang celananya. Sambil mengulurkan selembar pecahan rupiah, dia membuka pembicaraan dengan perempuan itu. Bertanya acara apa yang sedang dikerjakan oleh anak-anak di yayasan tersebut. Rupanya bukan kali ini saja temanku ini menyumbang untuk yayasan tersebut.

"Aku ngga pernah mikirin, yayasan itu ada atau tidak, nyumbang ya nyumbang aja" ujarnya setelah perempuan itu pamit mundur.

"Hingga suatu hari aku dapet sms undangan acara buka puasa dan aku dikasih sebuah buku karangan pengelolanya" lanjutnya lagi.

"Ahh, ternyata yayasan itu benar ada" sambil menghisap dalam rokok keenamnya malam itu.

***

Malam itu sudah larut. Aku bersikeras untuk pulang naik angkutan kota walaupun dia memaksaku menaiki sebuah taksi. Aku hanya ingin menambah waktu lagi untuk bersamanya dan mengajaknya mengenal seluk-beluk kotaku. Diapun menyanggupinya. Ahaha.. tambah satu jam lebih lama lagi saat aku bersamanya.

***

Saat enam menit setelah malam itu berganti hari, sebuah pesan singkat tertulis di ponselku. Alhamdulillah, dia sudah sampai ke kamar kostnya, dan tidak tersesat. Berujarku tanpa suara sambil tersenyum syukur "Allah, sosok ini menyenangkan. Izinkan aku mengenalnya lebih. Itupun jika memang yang terbaik menurut Mu"

Selasa, 01 Juni 2010

Wangimu Menyenangkan

Pernah aku berjalan dengan seseorang, sepulang kampus sehabis kami terjebak hujan bersama. Hujan yang saat itu membuatku bersyukur karena aku bisa lebih mengenal dia. Seorang teman, yang tentunya hanya bisa menjadi teman, yang ternyata menyenangkan. Sambil menertawakan percikan genangan air yang mengotori celana dan sepatu kami, pembicaraan sore itu berlangsung hingga malam datang.

Hingga beberapa bulan yang lalu, aku kembali bertemu dengannya, di suatu acara kumpul-kumpul teman kampus. Aku tahan diriku untuk berseru memanggilnya, hanya melihatnya dari jauh di tengah kerumunan. Aku enggan mengerjapkan mata, tak ingin sedetikpun kehilangan gambarnya dari otakku. Hingga dia melihatku, dan ternyata dia melangkah mendekatiku. Hanya sedikit menghiraukan sapa beberapa temannya, dan juga terus menatap dan berjalan ke arahku.

"hei qiqi, apa kabarnya?" sapanya sambil sedikit menggunakan gerakan memiting leherku.

Sempat kukerjapkan sebentar mataku, hanya untuk memastikan ini bukan mimpi. Terlebih di saat dia mengambil posisi duduk di sebelahku, menghadap kearahku.

Kurasakan aliran emosi dalam diriku, perasaan rindu yang hangat. Kukenali dengan seksama setiap detail wajahnya, jauh lebih menarik saat ini. Ya tentu saja, hidupnya kini jauh lebih berwarna daripada sesaat aku mengenalnya saat kuliah dulu. Hingga aku terdiam sejenak. Aroma tubuhnya kukenali dengan baik, aroma segar dan dingin seperti air, bagai wangi setelah hujan yang tertiup dingin angin.

Ya, aroma tubuhnya menyenangkan. Membuat kerlip di benakku tentang pertemuan-pertemuan kami saat itu. Kami mendekat berbatas norma yang biasa kami indahkan. Ada kata yang tidak pernah terucap, tetapi lebih baik tetap tidak terucap. Saling memandang mata, berbagi senyuman, melontar canda, dan menghirup aroma, kami rasa sudah cukup untuk kami.

Dan sepertinya Tuhan mengizinkan kami untuk kembali sejenak bernostalgia dengan kenangan kami. Kali itu, hujan kembali turun dengan derasnya, menjebak kami bersama lagi. :D