Jumat, 23 Januari 2015

Belajar tidak pesimis dari Banjir

Rasa dingin menjalar dari kaki, ingin rasanya menarik selimut yang tersibak. 02.12  - angka yang tertera di HP-ku. Kulirik tab notifikasi, penuh gambar burung yang menunjukkan belasan kicauan dari beberapa akun yang aku ikuti -- kali ini didominasi oleh kicauan @BPBDJakartaDetik-detik selanjutnya, rasa kantukku mulai menghilang. Masih dari balik selimut, ibu jariku terus berkelana antarlaman sempit dari layar 4,3 inci. Teringat diskusi beberapa hari lalu, kumasukan kata “tinggi muka air Katulampa dan Depok”. Agak lega setelah mengetahui bahwa 50 mm untuk Katulampa 160 mm untuk Depok, masih pada level Siaga IV rupanya. (Parameter status siaga dapat dilihat pada di sini)

Notifikasi terus berdatangan, beberapa gambar tentang genangan pun muncul. Hey, mereka bilang Siaga IV memiliki padanan kata “aman”, lalu kenapa ada gambar-gambar yang menunjukkan banjir? Tidak puas dengan layar  i9190, aku nyalakan laptopku. Menit selanjutnya beberpa jendela aku buka untuk mengunjungi beberapa laman terkait banjir. 

PetaJakarta.org menjadi salah satu laman yang kukunjungi dini hari tadi. Laman yang dibuat berdasarkan kerjasama triple helix antara BPBD DKI Jakarta – Twitter – Universitas Wollongong Australia ini menampilkan kicauan banjir yang ditangkap secara realtime. Wow, kicauan banjir terdapat di Jakarta Utara sisi Timur.
Sumber: http://petajakarta.org/banjir/in/map/ (diakses 23 Januari 2015 pukul 06.24WIB)

Penasaran, aku scroll mendekat tampilan perbesaran pada beberpa area yang berwarna gelap yang menunjukkan tingkatan kuantitas laporan, ingin tahu tentang kualitas laporan yang ada. Kudapati informasi menarik. Titik biru menunjukkan laporan terkonfirmasi yang berarti laporan tersebut menunjukkan lokasi sekaligus gambar mengenai kondisi banjir, sedangkan titik orange menunjukkan laporan yang belum terkonfirmasi.

Beberapa minggu yang lalu mereka juga merilis laman analisis yang menginformasikan statistik ringkas terkait data laporan yang masuk, sementara kulihat tertera 64 laporan terkonfirmasi dan 998 laporan belum terkonfirmasi.

Ya memang, ada perbedaan antara laporan banjir dengan kejadian banjir sesungguhnya.. tapi seperti kata dosenku dulu "apalah arti hazard jika tidak ada yang teriak?". Paling tidak laman ini menunjukan ada teriakan banjir. Bagaimana kualitas hazard dan disaster-nya butuh bahasan tersendiri.

Laman ini relatif menarik, tampilannya yang sederhana dan ringan (pasti servernya canggih!!), merupakan daya tarik tersendiri – sophisticated. Aku tahu, mereka didukung oleh tim teknis terbaik -- bahkan di dunia, tetapi tentu tidak ada yang tahu Jakarta selain warga Jakarta kan?
Menurutku, tampilan sophisticated itu menjadi semu saat makna yang dirasakan pengguna terasa dangkal. Rendahnya tingkat laporan terkonfirmasi menjadi tantangan besar laman ini, belum lagi keterikatan pelapor banjir terhadap laman ini. Aku yakin, laman ini menyediakan ruang luas bagi siapapun peminat sosial media dan komunitas, peminat banjir, peminat peta, dan yang pasti peminat coding untuk melakukan pengembangan.

Tentu saja, pengembangan tidak akan selesai pada jangka waktu kontrak pekerjaan (gossipnya 18 bulan). Apalagi pengembangan sebuah projek yang mensasar komunitas yang bentuk keterikatannya cair.

Ahh.. susah sekali untuk tidak pesimis di Indonesia.. tapi aku yakin semangat besar yang ada untuk menangani vulnerability ini tidak boleh dimatikan. Seperti BrenĂ© Brown pada ceritanya di TED “I know that vulnerability is the core of shame and fear and our struggle for worthiness, but it appears that it's also the birthplace of joy, of creativity, of belonging, of love

Yuk ah kita isi ruang kosong yang ada..
Buat proposal kerjasama ke mereka misalnya :))

Jumat, 14 Desember 2012

Kabar dari Negeri Lain

Pernah suatu saat jalan-jalan di dunia maya, dari satu blog ke blog yang lain - biasanya dilakukan kalau lagi ngga jelas, dimana downloadan film udah abis, wall facebook isinya sampah semua, twitter isinya racauan keluahan yang bikin muak. 
Suatu saat tercuplik kata "postcrossing" yang membawa gw pada sebuah laman web dengan tagline "send a postcard and recive a postcard back from a random person in the world!". Hanya buttuh waktu kurang dari 30 menit, gw resmi menjadi anggota web itu. 
--
"qiqiqiqi (or Qiqi) is a member from Indonesia . She has been a member for 3 months (97 days)"

dalam waktu 3 bulan, gw sudah mendapatkan delapan kartupos dari berbagai negara di luar sana. 



Kartu pos itu ada yang dari Jerman, Polandia, Spanyol, Russia, China, dan berbagai macam lainnya. Ada yang anak umur 4 tahun hingga nenek-nenek mantan guru di US.

eh, kartu pos Koala itu bukan lewat situs itu sih, tapi hasil maksa Nurul untuk ngirim kartu pos dari Sedney waktu dia dapet keberuntungan untuk jalan-jalan 2 minggu di sana.

---

Nah, tujuan lain dari gw ikutan situs ini adalah.. gw mau promo Indonesia! gw beli kartu pos bagus yang ada di toko buku yang gw temui (yang ternyata susah dicari). Trus gw ceritain aja tentang gambar di kartu pos itu. Bodo amat bahasa inggris gw dipahami atau engga.. tapi ternyata, ada juga yang njadiin kartu pos gw favorit loh..

Rabu, 26 September 2012

Thailand Hari ke-1 -- Coba Jalani, Lalu Nikmati


Tulisan ini ditulis sebenernya udah basi.. :))

26 Agustus 2012 -- Hari minggu terakhir di bulan Agustus dan tepat seminggu setelah 1 Syawal 1433H. Hari libur lebaran terakhir bagi sebagian besar pekerja di Indonesia. Gw, beranjak pergi ke luar Indonesia untuk pertama kalinya.

Ngelagut -- itu perasaan gw saat itu. Entah kenapa, rasanya ngga se-excited yang gw bayangkan untuk tahapan pertama mimpi besar gw.

tweet tentang kepergian

Phuket, salah satu provinsi di Thailand-lah yang menjadi tujuan keberangkatan gw kali ini. Dimulai dari adanya surel undangan menghadiri workshop Geography for Natural Disaster Management yang diadakan tahunan oleh ASEAN-European Academic University Network (ASEA-UNINET)

Sebenernya gw ngga begitu nyaman dengan tema workshop-nya, tapi entah kenapa saat mengirim aplikasi semua dilancarkan. Jika passport adalah salah satu prasyarat, sudah ada. Tiket pesawat yang harus ditanggung pihak pengirim, hari terakhir sebelum libur lebaran UI mengirimkan tiket keberangkatan-kepulangan. Penukaran mata uang, hanya menggunakan sms semua teratasi. Ya sudahlah, memang ini jalannya :))

 menunggu TG 343 Boeing 777-300

Thai Airways adalah maskapai yang gw naiki - ngga diijinin naik AA dan ngga ada penerbangan ke Phuket oleh GA - menuju Suvarnabhumi Airport, Bangkok untuk transit lalu ke Phuket International Airport, Phuket. "Jalur yang aneh" ucap seorang panitia saat saya mengkonfirmasi penerbangan saya pada panitia melalui surel. 
Oh iya, gw rupanya beruntung, Boeing 777-300 merupakan armada unggulan Thai Airways saat ini. Pesawatnya enak banget :)) 

Suvarnabhumi -- kesempatan lain lah gw ceritain pengalaman gw di bandara ini.. mungkin besok atau mungkin juga setelah ke bandara ini kali berikutnya. Yang pasti, kalo ke bandara ini pakailah sepatu yang nyaman untuk jalan jauh. Bandaranya gede!!  

Tepat waktu -- itulah kesan pertama pada Thai Airways. Gw tiba di  Phuket International Airport pukul 20.30 WIB - iya WIB karena sekalinya gw ke LN zona waktunya sama aja -,-

Saat mengambil bagasi, gw dibuat heran dengan suasana bandara ini. Bandara ini lebih mirip dengan bandara Ngurah Rai - Bali. Namun, saat itu sebagian petugas disana sedang NGEPEL lantai bandara. Awan gelap yang menemani perjalanan dari Bangkok ke Phuket ternyata adalah awan badai. Entah apa yang terjadi, bandara ini lambah-lambah air (apa ya istilah Indonesianya?)

sebagian besar pegawainya ngegulung celana dan ngepel lantai

Phuket -- kalau ngga ngeliat aksara yang terpampang di setiap papan nama yang ada, gw ngga akan sadar kalau itu ada di luar Indonesia. Wajah penduduknya serupa dengan wajah Indonesia, udaranya sama lembabnya, bahkan gw menemukan Toko Sepatu Bata di salah satu pusat perbelanjaan di sana (sayang tidak sempat berfoto dengannya)

Gw merekam jalanan Phuket seperti jalan di daerah Serpong - lebar dengan tanah kosong diantara bangunan satu dengan lainnya. Bangunannya pun mengingatkan gw pada kota-kota Jawa yang selalu gw lewati saat menggunakan bis malam setiap melintas Jawa. 

Kami diantar sejenak untuk ke Phuket Mall - semacam pusat perbelanjaan seperti Carefour dan LotteMart di Jakarta. Di sana gw sempatkan membeli salah satu Paket Mc Donald untuk makan malam kali ini. Yap, Mc D adalah pilihan gw. Mereka menyediakan Double Fillet-O-Fish di salah satu paket mereka, dan gw harus menambah extra bath untuk menukar softdrink menjadi lemond tea.

ngga beda jauh kan dengan hipermarket-hipermarket di Jakarta

Display counter hand-phone di Phuket Mall - Jual nomer ngga jual pulsa 

Sudut Mc Donald - penyelamat makan malam

Double Fillet-O-Fish seharga 176 bath

Beberapa dari rombongan memutuskan membeli simcard baru Thailand. Gw yang sudah mengaktifkan rooming international-nya Indosat, tergiur untuk membeli nomor lokal juga, karena entah kenapa koneksi internet dengan nomor Indonesia ngga bisa digunakan di negara ini. Butuh perjuangan untuk bertransaksi dengan pedagang lokal. Bahasa inggris mereka tidak jauh lebih baik dengan tukang ojek di deket rumah gw.

Hmm.. kota lain rasa yang sama, tentu toping bahasa dan aksaranya beda..
Sudahlah Qi, istirahat dulu. Phuket sudah terlalu lelah hari ini -- berkutat dengan badai dan hujannya.

Kamis, 31 Mei 2012

Happy World No Tobacco Day

“Untung hari anti tembakau sedunia cuma sehari.. kalo selamanya, siapa yang mbayarin beasiswa anak2 Indonesia ya? :))”
Itu twitt gw pada hari anti tembakau sedunia tahun ini..
---
Potongan kejadian saat wawancara pada sebuah pondok pesantren di Ciwidey beberapa bulan yang lalu masih mengganggu benak gw.

Kami – gw dan beberapa mahasiswa bule – sedang melakukan wawancara di sebuah ponpes yang menggerakkan perekonomian desa setempat melalui agrobisnis. 


Si Jimmy, bule Aussy yang meneliti tentang investasi di Indonesia, membisikkan pertanyaan ke gw yang harus gw tanyakan ke pengelola ponpes dengan bahasa Indonesia “are they have any sponsor for their activities? Who are they?”.
“Yah, kita banyak dapet bantuan.. ada dari Saudi, ponpes lainnya, pemda, Yayasan Sampoerna, ...” jawab si pengelola. 
Baru akan mentranslatenya dalam bahasa Inggris, Alex – bule Aussy yang sering ke Indonesia dibanding temen-temennya – langsung bilang ke Jimmy “they got their money from cigarette company, can you believe that?” yang langsung disambut dengan muka heran Jimmy. “is it possible Q? They work in islamic-educational and they allow money from cigarette?


Kayak disengat matahari di siang bolong (ya iyalah kita wawancara dipinggir ladang di siang hari), gw tergagap harus menjelaskan pertanyaan Alex dan Jimmy yang keduanya sama-sama memasang muka heran seheran herannya. Lebih heran lagi, saat gw menceritakan bahwa banyak pemilik pabrik rokok di pelosok Indonesia yang merupakan seorang pemuka agama.


Keheranan mereka sedikit mereda saat gw jelaskan tentang industri rokok di Indonesia yang memang sangat membantu perekonomian penduduk sekitar pabrik. Yang langsung diiyakan oleh Alex yang ternyata pernah melihat ratusan perempuan duduk teratur sembari membuat gulungan rokok layaknya mesin. Aku tersenyum mengatakan bahwa Indonesia dengan penduduk keempat terbanyak dunia, dengan sumberdaya manusia yang secukupnya, kami butuh sekali industri padat karya, dan pabrik rokok salah satunya. Kami bahkan sempat tertawa miris bareng, saat gw bilang bahwa gw pernah mendapatkan beasiswa dari salah satu yayasan perusahaan rokok Indonesia.  


“Cigarette’s more than breath for Indonesian, it’s in our blood” ujar gw lirih saat itu


---


Fakta lain yang juga mengganggu benak gw..
Penduduk Indonesia umumnya menghabiskan 60% – 90% pendapatannya untuk biaya konsumsi harian. Semakin miskin, semakin banyak proporsi konsumsi hariannya. Yang lebih mengejutkan, 60% biaya konsumsinya habis buat beli rokok, sisanya harus dibagi untuk beli nasi, daging, telur, susu, dan bahan makanan yang digunakan untuk pemenuhan gizi.
Usia awal merokok penduduk Indonesia mengalami kemajuan. Ya, maju dari 16 tahun menjadi 9 tahun, yang artinya perokok indonesia dimulai dari perokok anak.


---


Gw ngga bisa ngebayangain kalo suatu hari nanti anak gw bilang “ma, bagi uang dong.. mau beli rokok nih” atau ada lagu anak-anak yang dinyanyiin penerusnya Melissa “abang tukang rokok, mari mari sini aku mau beli”
Hari ini gw nonton sepotong ucapan seorang Ibu di TV “abisan kalo ngga dibeliin rokok, dia nangis terus.. kan kasihan”


---


Lagi-lagi potongan adegan di rumah sakit beberapa bulan yang lalu yang masih ngeganggu gw


“Komplikasi terburuk dari pasien stroke adalah Respiration Infection, terutama pada pasien perokok” ujar si dokter padaku. Yang langsung terbayang saat itu adalah bagaimana rupa paru-paru perokok 50 tahun yang lagi terbaring di ruang ICU dengan bantuan ventilator.


---


Huah.. Rokok menurut gw adalah simbol tanggung jawab. Tanggung jawab ke diri sendiri dan terutama ke lingkungan terdekat lo. Karena gw ngerasa ngga bisa bertanggung jawab ke diri gw kalo gw ngerokok, sampe sekarang gw ngga pernah ngerokok. Gw juga sudah ngga pernah lagi ngasih duit ke orang lain yang diikuti dengan kata-kata “buat beli rokok”. Hampir semua temen-temen gw tau, kalo gw mau ntraktir jajan ada syaratnya “apa aja, asal bukan untuk beli rokok”.


---


Lagi-lagi khayalan liar di kepala gw.. Mungkin kan ya, Indonesia jadi pemroduksi tembakau terbesar dan terpenting dunia, tapi penduduknya ngonsumsi tembakau dengan bertanggung jawab. Gizi anaknya harus sangat berkecukupan dengan pendidikan yang outstanding?.  


Ki-Ka : Fara, Nic, Jimmy, Pengelola Ponpes, Anaknya, Alex

gw ngga ngerti.. si Nic suka banget ama anak kecil :))

*Haha.. gw nambahin foto mereka karena tiba-tiba kangen mereka