Itu twitt gw pada hari anti tembakau sedunia tahun ini..
---
Potongan kejadian saat wawancara pada sebuah pondok
pesantren di Ciwidey beberapa bulan yang lalu masih mengganggu benak gw.
Kami – gw dan beberapa mahasiswa bule – sedang melakukan
wawancara di sebuah ponpes yang menggerakkan perekonomian desa setempat melalui
agrobisnis.
Si Jimmy, bule Aussy yang meneliti tentang investasi di Indonesia, membisikkan pertanyaan ke gw yang harus gw tanyakan ke pengelola ponpes dengan bahasa Indonesia “are they have any sponsor for their activities? Who are they?”.
Si Jimmy, bule Aussy yang meneliti tentang investasi di Indonesia, membisikkan pertanyaan ke gw yang harus gw tanyakan ke pengelola ponpes dengan bahasa Indonesia “are they have any sponsor for their activities? Who are they?”.
“Yah, kita banyak dapet bantuan.. ada dari Saudi, ponpes
lainnya, pemda, Yayasan Sampoerna, ...” jawab si pengelola.
Baru akan mentranslatenya dalam bahasa Inggris, Alex – bule Aussy yang sering ke Indonesia dibanding temen-temennya – langsung bilang ke Jimmy “they got their money from cigarette company, can you believe that?” yang langsung disambut dengan muka heran Jimmy. “is it possible Q? They work in islamic-educational and they allow money from cigarette?”
Baru akan mentranslatenya dalam bahasa Inggris, Alex – bule Aussy yang sering ke Indonesia dibanding temen-temennya – langsung bilang ke Jimmy “they got their money from cigarette company, can you believe that?” yang langsung disambut dengan muka heran Jimmy. “is it possible Q? They work in islamic-educational and they allow money from cigarette?”
Kayak disengat matahari di siang bolong (ya iyalah kita wawancara dipinggir ladang di siang hari), gw tergagap harus menjelaskan pertanyaan Alex dan Jimmy yang keduanya sama-sama memasang muka heran seheran herannya. Lebih heran lagi, saat gw menceritakan bahwa banyak pemilik pabrik rokok di pelosok Indonesia yang merupakan seorang pemuka agama.
Keheranan mereka sedikit mereda saat gw jelaskan tentang industri rokok di Indonesia yang memang sangat membantu perekonomian penduduk sekitar pabrik. Yang langsung diiyakan oleh Alex yang ternyata pernah melihat ratusan perempuan duduk teratur sembari membuat gulungan rokok layaknya mesin. Aku tersenyum mengatakan bahwa Indonesia dengan penduduk keempat terbanyak dunia, dengan sumberdaya manusia yang secukupnya, kami butuh sekali industri padat karya, dan pabrik rokok salah satunya. Kami bahkan sempat tertawa miris bareng, saat gw bilang bahwa gw pernah mendapatkan beasiswa dari salah satu yayasan perusahaan rokok Indonesia.
“Cigarette’s more than breath for Indonesian, it’s in our blood” ujar gw lirih saat itu
---
Fakta lain yang juga mengganggu benak gw..
Penduduk Indonesia umumnya menghabiskan 60% – 90% pendapatannya
untuk biaya konsumsi harian. Semakin miskin, semakin banyak proporsi konsumsi
hariannya. Yang lebih mengejutkan, 60% biaya konsumsinya habis buat beli rokok,
sisanya harus dibagi untuk beli nasi, daging, telur, susu, dan bahan makanan yang
digunakan untuk pemenuhan gizi.
Usia awal merokok penduduk Indonesia mengalami kemajuan. Ya,
maju dari 16 tahun menjadi 9 tahun, yang artinya perokok indonesia dimulai dari
perokok anak.
---
Gw ngga bisa ngebayangain kalo suatu hari nanti anak gw bilang “ma, bagi uang dong.. mau beli rokok nih” atau ada lagu anak-anak yang dinyanyiin penerusnya Melissa “abang tukang rokok, mari mari sini aku mau beli”
Hari ini gw nonton sepotong ucapan seorang Ibu di TV “abisan
kalo ngga dibeliin rokok, dia nangis terus.. kan kasihan”
---
Lagi-lagi potongan adegan di rumah sakit beberapa bulan yang lalu yang masih ngeganggu gw
“Komplikasi terburuk dari pasien stroke adalah Respiration Infection, terutama pada pasien perokok” ujar si dokter padaku. Yang langsung terbayang saat itu adalah bagaimana rupa paru-paru perokok 50 tahun yang lagi terbaring di ruang ICU dengan bantuan ventilator.
---
Huah.. Rokok menurut gw adalah simbol tanggung jawab. Tanggung jawab ke diri sendiri dan terutama ke lingkungan terdekat lo. Karena gw ngerasa ngga bisa bertanggung jawab ke diri gw kalo gw ngerokok, sampe sekarang gw ngga pernah ngerokok. Gw juga sudah ngga pernah lagi ngasih duit ke orang lain yang diikuti dengan kata-kata “buat beli rokok”. Hampir semua temen-temen gw tau, kalo gw mau ntraktir jajan ada syaratnya “apa aja, asal bukan untuk beli rokok”.
---
Lagi-lagi khayalan liar di kepala gw.. Mungkin kan ya, Indonesia jadi pemroduksi tembakau terbesar dan terpenting dunia, tapi penduduknya ngonsumsi tembakau dengan bertanggung jawab. Gizi anaknya harus sangat berkecukupan dengan pendidikan yang outstanding?.
Ki-Ka : Fara, Nic, Jimmy, Pengelola Ponpes, Anaknya, Alex
gw ngga ngerti.. si Nic suka banget ama anak kecil :))
*Haha.. gw nambahin foto mereka karena tiba-tiba kangen mereka